Kamis, 01 Januari 2009

NILAI

TRANSKRIP NILAI SEMENTARA
Semester 1
KODE MK MATA KULIAH SEMESTER SKS NILAI TOTAL
SPA 1 1 4 2.50 10.00
Pengantar Arsitektur 1 2 2.80 5.60
Esbent 1 1 2 2.40 4.80
Tek. Kom. Arsitektur 1 1 3 2.70 8.10
Matematika 1 2 2.25 4.50
Mekanika teknik 1 1 2 2.25 4.50
Agama islam 1 2 2.60 5.20
Bahasa inggris 1 2 3.00 6.00

Semester 2
KODE MK MATA KULIAH SEMESTER SKS NILAI TOTAL
SPA 2 2 4 3.00 12.00
SKBG 1 2 3 2.40 7.20
Perkembangan Arsitektur 2 2 2.00 4.00
Esbent 2 2 2 2.50 5.00
Tek. Kom. Arsitektur 2 2 2 2.60 5.20
Mekanika Teknik 2 2 2 2.60 5.20
Teknologi Bahan 1 2 2 2.50 5.00
Pancasila 2 2 4.00 8.00

Semester 3
KODE MK MATA KULIAH SEMESTER SKS NILAI TOTAL
SPA 3 3 4 2.40 9.60
SKBG 2 3 3 3.00 9.00
Perancangan Tapak 3 2 2.75 5.50
Perkembangan arsitektur 2 3 2 2.50 5.00
Teori Arsitektur 1 3 2 3.20 6.40
Metoda Perancangan Arsitektur 1 3 2 3.00 6.00
Teknologi Bahan 2 3 2 2.50 5.00
Fisika Bangunan 1 3 2 3.00 6.00
kewiraan 7 2 3.30 6.60




Semester 4
KODE MK MATA KULIAH SEMESTER SKS NILAI TOTAL
SPA 4 4 4 2.00 8.00
SKBG 3 4 3 2.75 8.25
Interior Eksterior 4 3 2.75 8.25
Teori Arsitektur 2 4 2 2.80 5.60
Metoda Perancangan Arsitektur 2 4 2 3.25 6.50
Fisika Bangunan 2 4 2 2.00 4.00
Ekologi Arsitertur 4 2 2.25 4.50
Filsafat Ilmu Pengetahuan 4 2 2.70 5.40

Semester 5
KODE MK MATA KULIAH SEMESTER SKS NILAI TOTAL
SKBG 4 5 3 3.25 9.75
Kota & Perumahan 1 5 2 2.00 4.00
Ars. Trad. Jawa 5 2 2.50 5.00
Penelitian Arsitektur 5 3 2.20 6.60
Arsitektur Kota 5 2 2.00 4.00
Fotografi Arsitektur 5 2 3.30 6.60
Manajemen Konstruksi 5 2 2.30 4.60
Kewirausahaan 7 2 3.20 6.40

Semester 6
KODE MK MATA KULIAH SEMESTER SKS NILAI TOTAL
SPA 5 5 4 0 0
SKBG 5 6 3 0 0
Kota & Perumahan 2 6 2 3.50 7.00
Metoda Perancangan Arsitektur 3 6 2 3.00 6.00
Arsitektur Perilaku 6 2 4.00 8.00
Arsitektur Tematik 7 2 3.25 6.50

Semester 7
KODE MK MATA KULIAH SEMESTER SKS NILAI TOTAL
HPP 7 2 3.25 6.50
KKL 7 2 3.00 6.00





TOTAL NILAI : 296.85
SKS : 19 + 19 + 21 + 20 + 18 + 12 = 109
IPK = 2.72

hukum perbANKAN

DALAM HUKUM PERBANKAN ADA UNDANG-UNDANG PERBANKAN

Rabu, 31 Desember 2008

HUKUM NAKER

KASUS POSISI
Jawa Barat
Karyawan PT Dirgantara Indonesia Tolak PHK

TEMPO Interaktif, Jakarta: Karyawan PT Dirgantara Indonesia menolak pemutusan hubungan kerja, meskipun sudah ditawari mengisi formulir seleksi ulang karyawan dan uang pesangon. Penolakan karyawan itu disampaikan saat mereka berorasi dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung Rabu, (15/10) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat di Jalan Diponegoro, Bandung. Selain itu, menurut AM Bone, Sekretaris Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan (SP FKK) PT DI yang memimpin aksi tersebut, direktur utama juga dinilai telah melakukan pembangkangan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mencabut surat keputusan (SKEP) perumahan karyawan sebelum ada putusan hukum tetap.

Oleh karena itu Bone menghimbau kepada seluruh anggota serikat pekerja agar tidak menggunakan haknya dengan menandatangani penawaran tersebut karena hingga detik ini belum ada proses penyelesaian di tingkat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P).

Menurut Bone, pihak direksi telah menyebarkan surat pada tanggal 6 Oktober 2003 tentang pemberitahuan dan penawaran kepada karyawan PT DI yang tidak ikut proses seleksi ulang. Surat tersebut berisi tawaran uang pesangon bagi yang tidak bersedia mengikuti seleksi ulang, yang diberikan mulai 1 Desember 2003.

Sementara itu Direktur Operasional Budi Wuraskito, membenarkan telah mengirimkan sekitar 3.900 lembar formulir surat pemberitahuan tersebut sejak pekan lalu. Yang sudah sekitar sepuluh orang.

Menanggapi permintaan karyawan untuk menyelesaikan masalah tersebut di tingkat P4P, menurut Budi, pihaknya sudah memberitahukan melalui surat yang dikirim beberapa hari yang lalu untuk menyelesaikan persoalan tersebut bersama pihak-pihak yang terkait. Namun demikian pihak Departemen Tenaga Kerja hingga kini belum merespon surat tersebut.





1. Alasan PHK PT DI
Pada dasarnya alasan utama dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT. Dirgantara Indonesia (DI) adalah bahwa Pemerintah sudah tidak sanggup lagi membiayai semua operasional perusahaan misalnya pembelian bahan baku pesawat, dan pembelian barang-barang yang diperlukan perusahaan. Dengan tidak adanya kemampuan pemerintah ini, maka PT. DI tidak sanggup untuk menyelesaikan proyek-proyek yang sudah disepakati dalam pembuatan pesawat yang bernilai besar misalnya pesanan negara Pakistan, Thailand, Malaysia, dan lain-lain. Maka direksi PT. DI mengambil keputusan dengan merumahkan semua karyawan sebanyak 9.600 karyawannya.
Banyak pihak menyatakan perumahan karyawan ini ilegal, karena menganggap perumahan (PHK) ini tidak sesuai prosedur, sebab belum ada pertemuan bipartit antara serikat pekerja dan direksi. Maka dengan ini bertentangan dengan Pasal 151 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa jika segala upaya telah dilakukan, akan tetapi PHK tidak dapat dielakkan lagi. Maka maksud PHK tersebut harus dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau dengan pekerja apabila pekerja yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja . Bahkan alasan PHK yang dijadikan alasan oleh direksi PT DI tidak mendasar sebab dalam ketentuan Pasal 153 UU No.13 Tahun 2003 tidak ada ketentuan yang mengharuskan perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan alasan yang tidak terdapat dalam Pasal tersebut dalam hal inipun tidak ada ketentuan dalam UU ketenagakerjaan tentang istilah perumahan karyawan, maka dengan alasan ini dapat dikatakan bahwa alasan PHK PT.DI tidak sesuai dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Analisis Kasus
Dalam kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 9.600 karyawan PT. Dirgantara Indonesia (DI) yang terjadi pada tahun 2003 yang lalu bisa dikatakan pelanggaran HAM, sebab dalam hal ini proses tersebut dimulai dengan pengrumahan secara mendadak dan tidak disosialisasikan kepada karyawannya, selain itu juga tidak dikonsultasikan dengan komisaris. Dalam hal ini seharusnya ada dua hal yang mesti diperhatikan oleh Pemerintah. Yaitu masalah hukum berkaitan dengan pemecatan dan masa depan PT. DI.
Dalam masalah hukum misalnya, direksi dalam melakukan pelanggaran HAM dalam melakukan PHK karyawan sebab dilakukan tanpa dikonsultansikan terlebih dahulu dengan komisasris, sebab PHK massal ini telah mengabaikan hak-hak pekerja yang terdapat dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta telah melanggar perjanjian kerja yang telah disepakati dahulu antara karyawan dengan direksi PT. DI. Selain itu akibat PHK itu juga muncul masalah-masalah kemanusiaan, ekonomi, sosial, keamanan, dan lain-lain yang akan dihadapi pekerja dan keluarganya. Hal ini terlihat dari konflik horizontal yang terjadi antara pekerja dengan jajaran manajemen. Akibat perselisihanitu, terjadi pengahancuran barang-barang milik karyawan yang berbeda pendapat. Sedang mengenai masa depan PT. DI sebaiknya Pemerintah mempertahankan perusahan penerbangan tersebut karena ini adalah aset nasional dan proyek yang strategis bagi masa depan bangsa.
Sebenarnya direktur PT. DI telah menerima putusan MA yang menolak kasasi Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan (SPFKK) PT. DI SPF-KK sebelumnya meminta MA agar membatalkan putusan panitia penyelesaian perburuhan pusat (P5) tentang PHK karyawan PT. DI. Dengan keputusan ini, maka PT DI telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk memberlakukan PHK yang dilakukan terhadap karyawannya.
3. Fakta Hukum
SPF-KK menemukan pelangggaran hukum yang dilakukan oleh Direksi PT. DI berkaitan dengan PHK 6.600 karyawannya misalnya telah terjadi pelanggaran prosedur perumahan (lock out) dan pelanggaran hukum lain akibat perumahan tadi.
pelanggaran terhadap UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pada Pasal 146 sampai 149 tentang penutupan perusahaan.
Arif mencontohkan pelanggaran terhadap UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja khususnya pada Pasal 146 sampai 149 tentang Penutupan Perusahaan. Bahwa pencabutan obyek sengketa in litis merupakan pergantian baju saja sebelum perkara ini diputus ( mengutip putusan PTUN Bandung), hal ini seharusnya tidak perlu terjadi, melainkan seharusnya tergugat (Direksi) PT. DI menunggu putusan perkara ini yang nantinya melaksanakan sesuai dengan putusan ini.akan tetapi hal ini tidak dilaksanakan direksi, bahkan menimbulkan isu baru yang dikualifisir suatu perbuatan yang menunjukkan suatu arogansi pelanggaran lain yaitu terhadap UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat pekerja pada pasal 28 (C) tentang perlindungan hak berorganisasi. Dalam hal ini direksi telah melanggar pasal tersebut
tentang hak berorganisasi. Sebab dalam hal ini pengurus SP-FKK tidak boleh menggunakan secretariat dan beraktifitas di dalam perusahaan.
Sebenarya dalam hal ini SP-FKK dapat membantu program yang akan dijalankan oleh perusahaan dengan ikut mencarikan dan memberikan usulan alternatif penyelesaian yang terbaik untuk semua pihak. Selain itu SP-FKK juga menyebutkan ada dua pelanggaran yang lain yaitu terhadap UU No. 19 Tahun 2003 tantang BUMN dan PP No.12 Tahun 1998 tentang perusahaan perseroaan.dari fakta hukum ini SPF-KK antara lain menuntut agar P4P diharapkan untuk tidak mengijikan PHK sebelum seluruh pelanggaran ditindak, selain itu pemerintah seharusnya menindak direksi yang secara nyata telah melanggar hukum dan peraturan perundangan. Kemudian akibat kebijakan direksi yang salah dan banyak sekali terjadi pelanggaran hukum yang dibiarkan pemerintah, maka menurut SP-FKK pemerintah juga turut andil dalam kesalahan dan pelanggaran tersebut, sehingga mereka mendesak pemerintah agar menyatakan tidak sah PHK tersebut sehingga mereka bisa bekerja kembali, atau paling tidak menunda PHK tersebut.
4. Tanggapan Karyawan PT DI atas PHK
Menanggapi keputusan MA tersebut (tentang sahnya PHK), sebagian besar karyawan PT. DI menyatakan bahwa tetap pada pendirian mereka bahwa PHK itu merupakan pelanggaran HAM, dan pelanggaran UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Para karyawan bukan hanya mendapatkan prosedur pemutusan hubungan kerja tidak manusiawi, akan tetapi juga konpensasi dana pensiun secara penuh sesuai PP No.8 Tahun 1981 tentang Pengupahan. Menurut karyawan PHK ini tidak memalui pengkajian yang matang, maka mereka menolak prosedur PHK yang dilakukan direksi dan menuntut melalui jalur hukum, meskipun dalam hal ini karyawan kalah dan PHK tetap berjalan. Bahkan setelah putusan PHK ini sah berdasarkan hukum dan sudah menpunyai kekuatan hukum yang tetap pun, karyawan tidak mendapatkan pesangnya secara penuh, terutama konpensasi pensiun, ada yang kurang 75%, ada yang 25% atau 10% akan tetapi rata-rata kekurangannya adalah 50% jadi mereka dalam hal ini tetap menuntut agar hak-hak mereka dipenuhi oleh perusahanan, sehingga mereka dapat menjamin kehidupan keluarga mereka untuk kehidupan kesehariannya. Karyawan mengakui memang pada saat ini perusahaan sedang merugi akan tetapi bukan berarti perusahaan mesti melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan tanpa mengorbankan karyawan seperti meminimalisasi pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang tidak perlu, dan yang paling penting adalah promosi besar-besaran pemerintah terhadap negara lain agar membeli pesawat terbang hasil buatan PT DI, serta kucuran dana yang besar ke perusahaan agar proyek-proyek yang sudak ada dapat dilaksanakan, toh nantinya dana yang dialirkan pemerintah akan terganti pada saat perusahaan menjual pesawat-pesawatnya ke negara lain, maka dengan ini mungkin PHK tidak perlu dilakukan, dan bahkan perusahaan akan mendapat untung yang bisa menutup pengeluaran besar perusahan selama ini.
5. Tanggapan Direksi terhaadap PHK PT DI
Pihak direksi menganggap bahwa seluruh hak dari karyawan telah dipenuhi PT. DI. Dalam hal ini PT. DI sudah memenuhi kewajibannya setelah PHK yaitu membayar pesangon, pesangon dibayarkan yaitu dua kali dari ketentuan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, kompensasi pensiun, dan jaminan hari tua, berdasarka rumusan yang sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Menurut direksi PT. DI bila rumusan mengenai pembayaran pesangon tidak repat, maka MA harus memberikan rumusan baku berapa jumlah jumlah pesangon yang harus dibayarkan ke karyawan, sebab sekarang ini rumusannya memang tidak ada, lagipula perusahaan setelah memPHK-kan karyawannya beberapa waktu kemudian ada seratusan lebih karyawan yang diterik lagi oleh perusahaan untuk menjadi karyawan kontrak. Karyawan tersebut direkrut sesuai dengan kompetensinya dan kebutuhan proyek serta karyawan inipun bisa bertambah sesuai dengan volume bisnis perusahaan.
Sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan ini direksi PT. DI sangat menentang keras mendapat dari mantan karyawan yang menyatakan bahwa dalam proses PHK yang dilakukan tidak sesuai prosedur, sebab dalam beberapa hal direksi telah memenuhu hak-hak karyawan dan bahkan memperkerjakan mantan karyawannya lagi menjadi pekerja kontrakan, selain itu juga didukung putusan MA yang memenangkan Direksi untuk dalam hal ini berhak dan sah memperhentikan sebagian karyawannya, dikarenakan alasan-alasan yang telah diajukan oleh perusahaan.
6. Titik temu antara Karyawan dan Direksi PT. DI
Akhirnya setelah terjadi banyak perdebatan dalam pertemuan-pertemuan antara direksi mantan mantan karyawan, dan serikat pekerja karyawan dalam hal ini diwakili oleh SP-FKK terjadi banyak sekali ditemukan titi temu diantara kedua belah pihak. Dalam hal ini sebagian besar karyawan anggota dari SPF-KK PT. DI meminta surat pemutusan kerja di kantor PT DI pasalnya karyawan menyadari akan sangat sulit untuk benar-benar mendapatkan haknya secara utuh diberikan oleh perusahaan, mereka menyadari sulitnya menghadapi masalah administrasi yang akan membelit mereka, sehingga mereka pasrah dengan uang pesangon yang sekarang sudah disepakati dalam pertemuan direksi yaitu dua kali gaji ditambah dana pensiun yang akan dibayar perusahaan secara diangsur, walaupun dalam hati kecil meraka masih merasa keberatan dan menginginkan hak meraka dibayar utuh. Selain itu karyawan juga sudah merasa senang dengan adanya penarikan lagi beberapa mantan karyawan PT. DI sebagai pekerja kontrakan sebab meskipun itu hanya dengan sistem kontrak itu sudah sangat menguragi beban meraka dalam menghidupi keluarganya. Sedangkan bagi karyawan yang tidak dipekerjakan lagi mereka akan mendapatkan bayaran 25-100 juta bagi karyawan yang sudah bekerja minimal 10 tahun atau yang sudah mempunyai jabatan struktural, sehingga mereka sudah merasa senang dengan adanya pesangon ini. Meskipun tidak semua karyawan setuju dengan putusan ini, dalam hal ini bagi karyawan yang masa kerjanya belum lama di PT. DI sebab mereka tidak mendapatkan pesangon yang banyak, akan tetapi kesepakatan ini sudah bisa dikatakan adil baik dari segi karyawan maupu direksi. Sampai sejauh ini perusahaan telah mempersiapkan dana sebesar RP.440 milyar untuk pesangon karyawan yang akan dibayarkan secara bertahap.
7. Penutup
Apabila kita mau jujur sebenarnay keputusan PT.DI untuk memPHK kan

HUKUM PERUSAHAAN

MANAGEMEN BISNIS DALAM MENUMBUHKAN NILAI KOMPETITIF SUATU PERSEROAN TERBATAS (PT)

Disusun Oleh:

Nama : BAKHTIYAR RAHMAN

NIM : E 0005115

No Ujian : 108

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2007

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Saat ini adanya era globalisasi serta persaingan bisnis dan usaha yang semakin beragam membuat perusahaan (dalam hal ini PT) harus dapat mensiasatinya dengan tepat. Dalam hal ini guna menuju ke arah tersebut kecepatan menjadi masalah yang penting yaitu dalam hal suatu perusahaan melakukan cara dan teknik untuk mendapatkan dan mengevaluasi informasi yang berkembang di masyarakat dengan cepat, sehingga informasi ini dapat dapat digunakan untuk merespon setiap kejadian dan masalah secara cepat dan tepat pula. Disini kecepatan menjadi faktor yang sangat penting dalam menumbuhkan nilai kompetitif suatu perusahaan yang dalam hal ini Perseroan Terbatas.

Permasalahan yang seringkali timbul adalah perusahaan gagal atau dalam hal ini terlambat dalam merespon tantangan bisnis yang muncul secara tidak terduga. Sebagai gambaran adalah bahwa banyakmya perusahaan sangat lambat dalam mendeteksi adanya peluang-peluang bisnis baru serta dalam melakukan inovasi terhadap perubahan-perubahan yang dilakukan oleh lawan bisnis perusahaannya yang; lebih jauh lagi adalah perusahaan perseroan kadang cenderung mempunyai sifat reaktif dan tidak dapat mendeteksi masalah secara dini, dimana ini merupakan hal yang sangat kontraproduktif bagi perusahaan dalam menghadapi perkembangan bisnis di masa seperti sekarang ini terlebih lagi di masa yang akan datang.

Untuk mengatasi masalah tersebut, direksi suatu perusahaan sangat membutuhkan solusi yang dapat membantu mereka untuk melihat gambaran bisnis yang ingin mereka kembangkan secara menyeluruh dan tepat waktu, dalam arti apa yang mereka lihat saat itu di laporan adalah benar-benar menggambarkan kondisi perusahaan sebenarnya saat itu juga, dan bukanlah gambaran perusahaan pada waktu yang lampau. Untuk itu peranan teknologi di sini menjadi sangat vital. Perusahaan dapat mengandalkan teknologi yang tepat untuk membantu mereka dalam meningkatkan efisiensi, mempertajam daya respons, dan pada akhirnya adalah mampu menghasilkan nilai kompetitif bagi perusahaan, dan pada akhirnya perusahaan itu dapat bersaing dan mengungguli perusahaan yang lain. ( Purnomo : 2000)

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah Perseroan Terbatas dapat merespon dan mengindentifikasi setiap perubahan, dan menjadikannya sebagai sebuah peluang?

b. Mengapa Business Process Management (BPM) menjadi elemen yang penting bagi kesuksesan sebuah Perseroan Terbatas ?

C. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui tentang Perseroan Terbatas dapat merespon dan mengidentifikasi setiap perubahan, dan menjadikannya sebagai sebuah peluang.

b. Untuk mengetahui tentang Business Process Management (BPM) menjadi elemen yang sangat penting bagi kesuksesan sebuah Perseroan Terbatas.

D. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan makalah ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Hal ini sesuai dengan pandangan Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, sehingga dapat dinamakan sebagai penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.

Dilihat dari sifatnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran sejelas mungkin mengenai masalah yang diteliti. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Penelitian deskriptif pada umumnya bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Kualitatif. Pendekatan ini merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata ( Soerjono Soekanto, 1986: 32).

2. Jenis Data

Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penulisan yang dibahas dalam makalah ini. (Soerjono Soekanto, 1986: 12).

3. Sumber Data

Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official records), yaitu dokumen peraturan perundangan yang berkaitan dengan managemen bisnis Perseroan Terbatas. Disamping sumber data yang berupa undang-undang negara maupun peraturan perundang-undangan lainnya, penulis juga memperoleh data dari beberapa jurnal, buku-buku referensi dan media massa yang mengulas mengenai perseroan terbatas.

4. Analisis Data

Analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikannya kemudian menghubungkannya dengan teori yang berhubungan dengan masalahnya dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil akhir penelitian.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Respon Perusahaan Terbatas (PT) Dalam Menanggapi Perubahan Dalam Masyarakat dan Menjadikannya Sebagai Peluang

Perseroan Terbatas diatur dalam KUHD yang sudah berumur lebih dari seratus tahun. Selama perjalanan waktu tersebut telah banyak terjadi perkembangan ekonomi dan dunia usaha, baik nasional maupun internasional. Hal ini mengakabatkan KUHD tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan. Di samping itu, di luar KUHD masih terdapat pula pengaturan badan hukum semacam perseroan terbatas bagi golongan bumi putera sehingga timbul dualisme badan hukum perseroan yang berlaku bagi warga negara Indonesia ( Abdulkadir Muhammad, 2006 : 104)

Landasan Yuridis Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan terbatas. Sebelum munculnya Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) didasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dijabarkan dalam Pasal 36 sampai 56. ( Sentosa Sembiring, 2004: 25). Saat ini telah di perbaharui dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Untuk mencapai tujuan suatu perusahaan, proses bisnis merupakan inti dari seluruh aktivitas perusahaan. Maka, suatu proses bisnislah yang bisa memberdayakan seluruh sumber daya yang ada dalam perusahaan. Tapi yang perlu diketahui adalah bahwa setiap bisnis memiliki proses masing-masing yang unik, sesuai dengan karakteristik dari perusahaan dan bidang usahanya, seperti proses pembuatan produk ataupun layanan baru, pengadaan supply, ataupun rekruitasi karyawan baru, yang tentunya memiliki perbedaan karekteristik tersendiri untuk setiap perusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu melakukan integrasi dan sinkronisasi antara bisnis dan sumber daya teknologinya yang ada agar mampu menghadapi perubahan yang terjadi. Dengan pemilihan teknologi yang tepat, teknologi dapat mendukung bisnis dalam menghadapi perubahan. Teknologi akan membantu perusahaan dalam meningkatkan kemampuan dan kakuatan perusahaan dalam meningkatkan usaha, kemampuan, pendapatan, mengurangi biaya operasional, serta menjamin keamanan dan kelangsungan bisnis. Perusahaan membutuhkan suatu teknologi yang dapat membantu mereka agar menjadi lebih bisa menyesuaikan dengan keinginan pasar serta pandai dalam melihat perubahan pasar yang terjadi. Manajemen proses bisnis atau dikenal sebagai BPM adalah solusi dalam memecahkan masalah ini. BPM adalah suatu teknologi yang mampu mengintegrasikan dan mengoptimalisasi fleksibilitas dari proses suatu bisnis.

Menurut beberapa pakar di bidang ekonomi, BPM telah dipandang sebagai cara yang tepat untuk meningkatkan kemampuan dari suatu perusahaan dengan cara membuat proses-proses kunci berjalan dengan lebih baik. Hal ini termasuk:

  • Memodelkan ketergantungan antar pekerja, sistem, dan informasi
  • Mengintegrasi dan mengotomatisasi proses-proses yang saling terkait untuk keperluan optimalisasi
  • Menkoordinasikan dan mengelola end-to-end, proses-proses yang cross-fungsional, dan bukan merupakan aplikasi yang bersifat tertutup
  • Melakukan perubahan struktur organisasi untuk membantu perkembangan perilaku baru

Dari berbagai macam hasil studi diketahui bahwa Manajemen Proses Bisnis (BPM) dapat menurunkan biaya yang diperlukan dalam bisnis. BPM dapat memotong biaya antara 7% hingga 8% dan menghemat biaya yang dikeluarkan pada bisnis-bisnis di Amerika sebesar 117 milyar dollar per tahunnya, hanya dari biaya inventory saja, sebagaimana yang diungkapkan oleh The Yankee Group. BPM merupakan kunci sukses darij perusahaan-perusahaan raksasa seperti Wal-Mart dan Dell. Mereka menggunakan teknologi BPM untuk mendukung dan meningkatkan operasional mereka sehari-sehari. Teknologi BPM dapat membantu perusahaan berkembang menjadi lebih fleksibel dalam menghadapi dunia yang selalu berubah dengan cepat ini, serta membantu untuk menjadikannya menjadi sebuah perusahaan yang adaptif. Kunci dari perusahaan yang adaptif adalah manajemen yang efektif pada kolaborasi proses bisnisnya. Para pakar sepakat bahwa sebuah sistem BPM haruslah memiliki 4 komponen utama, yaitu:

  • Pemodelan, secara grafis mendefinisikan atau mendesain struktur dari setiap proses bisnis
  • Pengintegrasian, menghubungkan seluruh elemen pada proses sehingga user dapat saling bertukar informasi dalam rangka mencapai tujuannya
  • Pengawasan, pengontrolan performansi dari proses yang tengah berjalan dan performansi dari personil yang terlibat dalam proses tersebut
  • Optimalisasi, menganalisa dan memonitor proses bisnis, untuk mencari ketidakefisienan, agar user dapat mengambil tindakan dengan cepat serta disertai kemampuan untuk merubah proses tersebut dalam rangkat peningkatan efektivitas dan efisiensi proses bisnis. ( hukum.online.com)

Manajemen Proses Bisnis (BPM) adalah sebuah pendekatan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi melalui pembangunan otomatisasi proses dan ketangkasan untuk mengelola perubahan. BPM membantu perusahaan dalam mengawasi dan mengontrol seluruh elemen pada proses bisnis, seperti karyawan, pelanggan, pemasok, dan workflow. BPM meningkatkan kualitas proses bisnis melalui penyediaan mekanisme feedback yang lebih baik. Review yang berkesinambungan di dalam sebuah perusahaan .

Sebuah Manajemen Proses Bisnis yang efektif dan efisien dapat menghasilkan nilai-nilai kompetitif bagi perusahaan. Proses bisnis yang dikelola dengan baik akan mampu menumbuhkan peluang. Namun perusahaan terkadang kurang memahami dan tidak mampu mengontrol proses bisnis yang dimilikinya. Pihak manajemen mungkin telah berhasil membuat prosedur yang ideal untuk menjalankan proses bisnisnya, tapi pada kenyataannya, implementasi di lapangan dapat sangat berbeda dari apa yang telah dirancang sebelumnya. Pada pelaksanaan suatu proses bisnis kadang terjadi redundansi, ketidakefisienan, stagnasi, dan berbagi kesalahan-kesalahan lainnya yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Bisnis yang tidak tangkas dalam mengontrol proses bisnis yang dimilikinya cenderung akan menghalangi usaha perusahaan dalam mencapai sasaran yang diinginkan.

Disamping Manajemen Proses Bisnis (BPM) ada beberapa hal penting yang juga harus diperhatikan guna kemajuan dan berkembangnya sebuah perusahaan diantaranya yaitu : Jaminan Sistem Mutu dalam sebuah perusahaan

Sesuatu kemampuan untuk menghasilkan dan mempertahankan suatu produk yang bermutu disertai adanya manajemen proses yang matang dan rapi di dalamnya. Mutu yang baik tidak akan dapat diraih hanya dengan mengandalkan keberuntungan semata, tapi mutlak harus ada dengan cara penerapan manajemen bisnis yang baik.Sistem manajemen mutu akan memberikan kemampuan kepada perusahaan atau organisasi dalam melakukan kontrol, menciptakan stabilitas, prediktabilitas, dan kapabilitas bisnis di dalam perusahaan. Dengan adanya sistem mutu diharapkan perusahaan akan lebih terbantu dalam mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan mutu produk atau layanan yang telah di sediakan secara ekonomis dalam perusahaan dan sesuai dengan permintaan masyarakat.

Beberapa tahun lalu, dari hasil riset sebuah lembaga di Amerika Serikat diketahui bahwa lebih dari 50% produk dan komponen yang dihasilkan oleh perusahaan mempunyai cacat atau kerusakan, dan untuk perusahaan yang bergerak di bidang teknologi tinggi, otomotif, dan aerospace angkanya lebih mencengangkan lagi yaitu mencapai lebih dari 75%. Komisi Keselamatan Produk Konsumen Amerika bahkan memperkirakan bahwa kematian, kecelakaan, dan kerusakan yang ditimbulkan akibat pemakaian produk konsumen yang tidak sempurna telah membebani negara lebih dari 700 miliar dolar per tahunnya.

Setidaknya ada tiga hal mendasar yang sangat mempengaruhi tingkat kesuksesan suatu produk atau layanan di pasaran, yaitu harga, ketersediaan, dan mutu/kualitas. Konsumen sangat membutuhkan produk atau layanan yang bermutu tinggi dan tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan harga yang terjangkau dan sesuai dengan manfaat yang akan diperoleh. Organisasi atau perusahaan akan dapat sukses dan mampu bersaing di pasaran jika tingkat kepuasan pelanggan terhadap pemakaian produk dan layanannya cukup tinggi. Faktor harga dan ketersediaan adalah fitur transient saja, dalam arti pengaruhnya tidak berlangsung lama setelah terjadi transaksi. Lain halnya dengan mutu, yang mempunyai pengaruh dan implikasi yang cukup panjang, karena mutu suatu produk atau layanan ditentukan dari tingkat kesuksesan kegunaan produk atau layanan tersebut selama pemakaiannya (tidak terbatas pada point of sales saja).

Standarisasi Mutu penting karena, Sebagai pembeli atau pengguna suatu produk tentunya kita akan merasa sangat terganggu dan kecewa ketika produk yang telah dibeli tersebut ternyata memiliki kualitas yang sangat buruk, tidak layak pakai, tidak cocok dengan peralatan yang telah kita miliki sebelumnya, mudah rusak, atau berbahaya jika digunakan. Sebaliknya ketika produk yang dibeli atau digunakan telah memenuhi keinginan dan harapan kita dan tidak menimbulkan masalah selama pemakaiannya, kita kadang merasakan kenyamanan tersebut sebagai hal yang biasa saja. Itulah sebagian gambaran dimana kita terkadang kurang peduli terhadap peran dari suatu standar sistem mutu dalam meningkatkan level kualitas/mutu, keamanan, ketahanan, efisiensi, dan interchangeability dari suatu produk yang kita gunakan. Suatu standar mutu memberikan kontribusi yang sangat besar pada segenap aspek kehidupan kita, walaupun kadang kontribusinya sering tidak kita sadari.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka tidak mengherankan jika perusahaan-perusahaan saat ini berusaha keras untuk menerapkan sistem manajemen mutu yang diharapkan akan membantu mereka dalam meningkatkan mutu produk/layanan yang dihasilkan, mengontrol biaya-biaya, mengurangi kerusakan dan cacat pada produk, meningkatkan kepuasan konsumen, dan pada akhirnya adalah meningkatkan keuntungan perusahaan.

2. Business Process Management (BPM) Menjadi Elemen Yang Sangat Penting Bagi Kesuksesan Sebuah Perseroan Terbatas.

Bagaimanapun daya tahan hidup bisnis lokal dalam ekonomi global, sangat tergantung pada kinerja organisasinya. Perusahaan harus kompetitif atau mampu bersaing. Perusahaan yang kompetitif dicirikan oleh produktivitas, fleksibilitas, kecepatan, kualitas yang memadai, dan berfokus pada pelanggan. Tuntutan agar, Perusahaan harus lebih kompetitif telah mendorong untuk melakukan perubahan dalam cara pengorganisasian dan pengelolaan Perusahaan, Beberapa cara yang dapat ditempuh diantaranya :

Ø Pengubahan Struktur Organisasi

Bentuk Organisasi tradisional dalam bentuk piramid tampaknya sudah bukan zamannya lagi. Dalam Perusahaan cara baru pengorganisasian ditekankan pada team yang bekerja antar fungsi melalui komunikasi antar departemen. Mereka mulai tidak menekankan pada rantai komando yang terlampau ketat dalam mengambil keputusan. Sistem penerapannya berupa “boundaryless organization”, di mana pegawai tidak mengidentifikasi dirinya dengan satu departemen yang terpisah, melainkan harus berinteraksi dengan siapa saja dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Ø Pemberdayaan Pegawai

Berbagai pakar beranggapan bahwa Organisasi dalam perusahaan masa kini harus meletakan pelanggan di atas segalanya, dan menekankan bahwa setiap gerak yang dilakukan Perusahaan harus mengarah pada pemuasan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu Perusahaan harus memberdayakan pegawai, khususnya yang berada di garis depan.

Ø Organisasi yang datar makin menjadi norma umum

Sebagai pengganti Organisasi perusahaan piramid yang terdiri atas 7, 10, atau lebih lapisan manajerial, disusun Oraganisasi yang cenderung datar dengan lapisan manajerial sekitar 3 atau empat lapis saja.

Ø Kerja semakin dirancang dalam bentuk ” teams” , tidak lagi hanya terspesialisasi dalam satu fungsi saja.Di pabrik seorang pekerja tidak hanya melakukan satu jenis pekerjaan secara berulang-ulang. Dia lebih merupakan bagian dari tim kerja yang multifungsi.

Ø Landasan Kekuatan Perusahaan

Dalam Organisasi perusahaan, posisi, jabatan, dan kewenangan, bukan lagi menjadi alat yang memadai bagi manajer untuk bisa menyelesaikan pekerjaan. Sebagai penggantinya adalah “gagasan-gagasan yang baik”

Ø Adanya Komitmen

Membangun sebuah perusahaan yang lebih baik, lebih besar, lebih kompetitif, artinya mendatangkan pegawai-pegawai yang mempunyai komitmen dan mampu mengendalikan diri.

Ø Orientasi pada ” Human Capital ’’

Manusia sebagai unsur penentu keberhasilan Perusahaan senantiasa harus menjadi pokok perhatian utama. Mulai dari manajer tingkat teratas sampai dengan pegawai tingkat terbawah harus berkualitas

Perusahaan seringkali bertindak sebagai agen atau perantara dari para pemilik saham dan perusahaan Secara teoritis, para pemilik saham memiliki kekuasaan yang amat besar untuk mengubah arah kebijakan perusahaan yang dimilikinya melalui hak suara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) serta kemampuannya untuk mengontrol dan menekan manajemen perusahaan.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau komisaris dengan batas yang ditentukan dalam Undang-undang perseroan atau anggaran dasar. (Abdulkadir Muhammad 2006 : 109) Namun dalam prakteknya para pemilik saham tersebut tidak menggunakan hak suara yang dimiliki secara kolektif tersebut ( sebab kepemilikannya masing-masing hanya terdiri dari jumlah yang kecil). Telah menjadi suatu kepercayaan umum bahwa manajemen investasi dalam perusahaan harus memiliki kemampuan untuk secara aktif memantau kinerja perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh nasabahnya. implikasinya bahwa fungsi, tugas dan peran manajemen, peran pengambil keputusan tertinggi, sangat penting.

Dengan demikian nantinya perusahaan perseroan menjadi berkembang pesat dengan sumber daya manusia yang mumpuni dan ahli di bidangnya, dan kesuksesan suatu perusahan tidak lagi manjadi hal yang diidam-idamkan karena telah menjadi kenyataan.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan :

a. Proses bisnis merupakan inti dari seluruh aktivitas pada suatu perusahaan atau organisasi. Untuk mencapai tujuan perusahaan, proses bisnislah yang akan memberdayakan seluruh sumber daya yang ada pada perusahaan. Tapi yang perlu diketahui adalah bahwa setiap bisnis memiliki proses masing-masing yang unik, sesuai dengan karakteristik dari perusahaan dan bidang usahanya, seperti proses pembuatan produk ataupun layanan baru, pengadaan supply, menjawab pertanyaan pelanggan, ataupun rekruitasi karyawan baru, yang tentunya memiliki perbedaan karekteristik tersendiri untuk setiap perusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu melakukan integrasi dan sinkronisasi antara bisnis dan sumber daya IT yang ada agar mampu menghadapi perubahan yang terjadi.Dengan pemilihan teknologi yang tepat, IT dapat mendukung bisnis dalam menghadapi perubahan. IT akan membantu perusahaan dalam meningkatkan performansi, meningkatkan kemampuan, meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya operasional, serta menjamin keamanan dan kelangsungan bisnis.

b. Suatu perusahaan bergantung pada sistem kinerja organisasi di dalam perusahaan tersebut. Perusahaan harus kompetitif atau mampu bersaing. Perusahaan yang kompetitif dicirikan oleh produktivitas, fleksibilitas, kecepatan, kualitas yang memadai, dan berfokus pada pelanggan.

2. Saran

a. Sebaiknya Suatu perusahaan dapat melihat dan tanggap terhadap apa-apa yang terjadi masyrakat sehingga dapat menciptakan pelung untuk dapat meningkatkan bisnis usahanya.

b. Sebaiknya setiap perusahan mempunyai Manajemen Proses Bisnis (BPM) karena ini merupakan pendekatan yang baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi melalui pembangunan otomatisasi proses dan ketangkasan untuk mengelola perubahan yang terjadi sehingga perusahaan dapat mengontrol seluruh proses bisnis perusahaan untuk menjadi perusahaan yang handal.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Abdulkadir. 2006. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : Citra Adiya Bakti

Purnomo. 2000. Ekonomi Makro : Teori dan Praktek. Jakarta

Sembiring, Santosa. 2004. Hukum Dagang. Bandung : Citra Adiya Bakti

Soekanto, Soerjono. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta

Soepomo, Iman. 1981. Hukum Perusahaan. Jakarta : Djambatan

Perkembangan dan Kemajuan Perusahaan Melalui Sitem Manajemen Bisnis Berbasis Teknologi, http://hukumonline.com/detail.asp?id=15205&cl=berita; (diakses 26 November 2007)

DALAMNYA LAUT SIAPA YANG TAHU DALAMNYA HATI PASTI TAHU HEHEHE

Posisi Kasus

Pada tanggal 10 Februari 1999 di Istana Merdeka diadakan pertemuan terbatas antara Presiden BJ. Habibie, Sekretaris Negara Akbar Tandjung, Rahadi Ramelan sebagai pejabat sementara Kepala badan Usaha Logistik (Bulog) dan Haryono Suyono selaku Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskirian Kesra dan Taskin yang membahas pemberian sembilan bahan pokok (Sembako) kepada masyarakat miskin dalam mengatasi krisis pangan. Rahadi Ramelan melaporkan kepada presiden BJ. Habibie bahwa ada dana nonbudgeter yang dapat digunakan untuk membeli sembako, dan presiden menyetujui penggunaan uang tersebut untuk membeli sembako bagi masyarakat miskin sebesar Rp 40.000.000.000,00, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya di bawah koordinasi Akbar Tandjung selaku Sekretaris Negara.

Pada tanggal 15 Februari 1999, terdakwa H. Dadang Sukandar selaku Ketua Yayasan Islam Raudatul Jannah, mengajukan surat permohonan pengadaan dan penyaluran sembako kepada Haryono Suyono selaku menteri Koordinator Kesra dan Taskin dengan surat Nomor 03/DD.YRJ/IIl/1999 tanggal 15 Februari 1999 agar ia ditunjuk sebagai rekanan melaksanakan pembelian dan pembagian sembako kepada masyarakat miskin. Haryono Suyono memberi disposisi "Sesuai petunjuk Bapak Presiden, tolong pertimbangkan sesuai syarat dan peraturan yang berlaku" Akbar Tandjung meminta H. Dadang Sukandar agar datang dua atau tiga hari lagi dengan membawa mitra kerja yang berpengalaman dalam pengadaan dan penyaluran sembako.

Beberapa hari kemudian, H. Dadang Sukandar kembali menemui Akbar Tandjung dengan membawa Winfried Simatupang selaku mitra kerjanya. Akbar Tandjung meminta kepada kedua orang itu untuk melakukan pemaparan atau menjelaskan mengenai kemampuan dan pengalaman serta cara-cara pembelian dan pembagian sembako yang akan dilaksanakan.

Kedua orang itu melakukan pemaparan atau penjelasan dihadapan Akbar Tandjung yang dihadiri oleh saksi Ir. Mahdar, staf Menteri Seketaris Negara dan Ibnu Astaman, pengurus Yayasan Islam Raudatul Jannah, Akbar Tandjung menyetujui sistem pembelian dan pembagian Sembako tersebut.

Pada tanggal 1 Maret 1999, Rahardi Ramelan membuat nota kepada Drs. Ruskandar selaku deputi keuangan Bulog dan Drs. Jusnadi Suwarta selaku Kepala Biro Pembiayaan Bulog untuk mengeluarkan uang sebesar Rp20.000.000.000,00. Pada tanggal 2 Maret 1999 Drs. Ruskandar, M.BA. dan Drs. Jusnadi Suwarta membuat dan menandatangani dua lembar cek, masing-masing:

  • Cek Bank Bukopin Nomor 01.AA.447790 tanggal 2 Maret 1999 dengan nilai Rp 10.000.000.000,00;
  • Cek Bank Exim Nomor CC.821521 tanggal 2 Maret 1999 senilai Rp 10.000.000.000,00.

Hari itu juga atas perintah Rahadi Ramelan, Drs. Ruskandar, M.B.A. menyerahkan kepada Akbar Tandjung di kantor Sekretaris Negara, yang selanjutnya diserahkan kepada H. Dadang Sukandar.

Pada tanggal 19 April 1999, saksi Prof. DR. Ir. Rahadi Ramelan, M.sc membuat memo/nota kepada saksi Drs. Ruskandar, M.B.A. selaku deputi keuangan Bulog sebesar Rp.20.000.000.000.00, atas dasar nota memo pada tanggal 20 April 1999, saksi Drs. Ruskandar M.B.A. dan saksi Drs. Jusnadi Suwarta membuat dan menandatangani delapan lembar cek, masing-masing:

  • Cek Bank Bukopin Nomor: 01.AA.447708 tanggal 20 April 1999 dengan nilai nominal Rp2.000.000.000,00.
  • Cek Bank Bukopin Nomor: 01.AA.447709 tanggal 20 April 1999 dengan nilai nominal Rp2.000.000.000,00.
  • Cek Bank Bukopin Nomor: 01.AA.447767 tanggal 2b April 1999 dengan nilai nominal Rp3.000.000.000,00.
  • Cek Bank Bukopin Nomor: 01.AA.447768 tanggal 20 April 1999 dengan nilai nominal Rp3.000.000.000,00.
  • Cek Bank Bukopin Nomor: 01 AA.447769 tanggal 20 April 1999 dengan nilai nominal Rp3.000.000.000,00.
  • Cek Bank Bukopin Nomor: 01, AA. 447770 tanggal 20 April 1999 dengan nilai nominal Rp3.000.000.000,00.
  • Cek Bank Bukopin Nomor: CC.828226 tanggal 20 April dengan nilai nominal Rp2.000.000.000,00.

Setelah membuat dan menandatangani ke delapan lembar cek senilai Rp.20.000.000.000,00, lalu saksi Drs, Ruskandar, M.B.A. melaporkan kepada saksi Prof. DR. Ir. Rahadi Ramelan, M.sc, kemudian saksi Prof. Dr. Ir. Rahadi Ramelan, M.sc. meminta saksi Drs. Ruskandar, M.B.A. Bersama saksi Drs. Jusnadi Suwarta menyerahkan delapan lembar cek tersebut kepada terdakwa I: Ir. Akbar Tandjung, Ir. Akbar Tandjung sendiri menerima cek-cek tersebut di kantor Sekretariat Negara. Selanjutnya kedelapan lembar cek senilai Rp20.000.000.000,00 tersebut diserahkan kepada terdakwa II.: H. Dadang Sukandar.

Penerimaan cek-cek yang seluruhnya senilai Rp.40.000.000.000,00 yang diterima oleh Ir. Akbar Tandjung tersebut tanpa membuat berita acara serah terima atau tanpa tanda terima, penyerahannya kepada terdakwa II: H. Dadang Sukandar dilakukan terdakwa I: Ir. Akbar Tandjung tanpa bukti-bukti tertulis baik berupa tanda terima maupun kontrak/perjanjian kerja penggunaan uang Rp.40.000.000.000,00.

Terdakwa II: H. Dadang Sukandar selanjutnya menyerahkan uang hasil pencairan cek-cek tersebut kepada terdakwa III: Winfned Simatupang, selaku mitra kerja terdakwa II: H. Dadang Sukandar, untuk melakukan pembelian sembako dan membagikan kepada rakyat miskin, namun kenyataannya pembelian dan pembagian kepada masyarakat miskin tersebut tidak pernah terlaksana.

Tuntutan Penuntut Umum

Dari rangkaian perbuatan terdakwa-terdakwa tersebut penuntut umum menganggap telah muenguntungkan terdakwa I: Ir. Akbar Tandjung, terdakwa II: H. Dadang Sukandar, dan terdakwa III: Winfried Simatupang atau suatu badan, yaitu Yayasan Raudatul Jannah atau PT Bintang Laut Timur Baru, yang secara langsung maupun tidak langsung telah merugikan keuangan negara dalam hal ini keuangan Bulok sebesar Rp.40.000.000.000,00 atau setidak-tidaknya dalam jumlah lain sekitar jumlah tersebut.

Penuntut umum mendakwa sebagai primair Pasal 1 ayat (1) sub b jo. Pasal 28 jo. Pasal 34 c Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 jo. Pasal 43 A UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke I jo. Pasal 65 KUHP. Sebagai dakwaan subsidiair Pasal 1 ayat (1) sub a jo. Pasal 28 jo. Pasal 34c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 jo. Pasal 43A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke I jo. Pasal 65 KUHP.

Analisis Kasus

Sebagai tanggapan atas surat dakwaan tersebut ialah penyusunan dakwaan Primair - Subsidiair secara terbalik, yaitu Pasal 1 ayat (1) sub. B sebagai dakwaan Primair, sedangkan Pasal 1 ayat (1) sub. A sebagai dakwaan subsidiair yang menyimpang dari kebiasaan penyusunan surat dakwaan.

Berdasarkan Pasal 63 ayat (1) KUHP tentang Concursus, jika satu feit (perbuatan) melanggar dua ketentuan pidana, satu saja yang diterapkan. Jika berbeda ancaman pidananya, yang diterapkan yang terberat pidananya. Ini disebut Concursus
Idealis. Memang berdasarkan Pasal 28 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, kedua feiten (perbuatan) diancam dengan pidana yang sama, yaitu maksimum pidana penjara seumur hidup dan atau denda maksimum 30 juta rupiah, tetapi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menentukan bahwa ancaman pidana delik yang tercantum dalam Pasal 2 (hasil revisi Pasal 1 ayat (1) sub. a) sampai pidana mati "dalam keadaan tertentu," sedangkan ancaman pidana delik yang tercantum Pasal 3 (hasil revisi Pasal 1 ayat (1) sub. b) hanya pidana penjara seumur hidup (tidak ada pidana mati).

Kerancuan lain ialah dicantumkannya Pasal 65 KUHP (concursus realis) yang berarti para terdakwa didakwa melakukan lebih dari satu delik padahal dalam dakwaan hanya satu delik, yaitu Pasal 1 ayat (1) sub. b. atau sub. a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971.

Untuk menghapus kekeliruan tersebut, majelis hakim Pengadilan Negeri menganggap pasal tersebut tidak tercantum dan "mengganti" dengan Pasal 64 KUHP atau perbuatan berlanjut. Pencantuman Pasal 64 KUHP atau perbuatan berlanjut (Voortgezette Handeling) ini pun tidak tepat karena penyerahan uang ke H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang hanya dua kali saja, masing-masing dua puluh miliar rupiah.

Perbuatan berlanjut artinya suatu niat, satu jenis perbuatan, antara perbuatan yang satu dengan yang lain berlangsung tidak terlalu lama. Dengan dilakukannya perbuatan pertama, sudah terjadi delik. Jadi, perbuatan berlanjut Voortgezette Handeling sejenis dengan Concursus Realis, tetapi sistem pidananya selaras dengan Concursus Idealis (hanya satu pidana).

Konstruksi yang paling sulit dibuktikan ialah mereka bertiga melakukan kerja sama berdasarkan medeplegen (ikut serta) yang tercantum di dalam Pasal 55 ayat (1) I KUHP dalam melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan (Undang-Undang No. 31 Tahun 1991, Korporasi) dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Mereka bertiga bersama-sama menguntungkan orang lain, tetapi siapa orang lain itu? Pertama, karena H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang adalah swasta murni yang tidak mempunyai jabatan atau kedudukan yang disalahgunakan, yang kedua, bagaimana membuktikan berapa bagian masing-masing yang diambil dari Rp.40.000.000.000,00 tersebut. Kemungkinan kedua ialah siapa yang diuntungkan oleh mereka secara bersama-sama?

Kelihatan dakwaan penuntut umum bermaksud, Akbar Tandjung menguntungkan orang lain, yaitu H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tersebut menguntungkan diri sendiri, lalu mereka melakukannya secara bersama-sama (medeplegen). Konstruksi seperti ini menurut Mahkamah Agung tidak logis. Jika Akbar Tandjung menguntungkan kedua orang tersebut, kedua orang itu tidak dipidana, padahal baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi memidana kedua orang tersebut. Sebaliknya jika H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang menguntungkan diri sendiri, bukan Akbar Tandjung yang menguntungkan mereka. Jelas pikiran inilah yang ditempuh oleh Mahkamah Agung sehingga Akbar Tandjung diputus bebas, sebaliknya kedua orang tersebut dipidana berdasarkan dakwaan subsidiair, yaitu memperkaya diri sendiri secara bersama-sama (berdua).

Kelihatannya, Mahkamah Agung ingin menghindari bagian inti delik "menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang padanya karena jabatan atau kedudukan" yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) sub b (dakwaan primair) yang kedua terdakwa (Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang tidak mempunyai jabatan atau kedudukan yang dapat disalahgunakan).

Putusan Pengadilan Negeri

Pengadilan Negeri menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan alasan antara lain:

1.     Bana Non-Budgeter Bulog adalah uang negara (pendapat Hatomi, Drs. Edy Subagya sebagai saksi ahli);

2.     Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tidak dapat diberlakukan secara mutlak;

3.     Keputusan Presiden dapat dipedomani dan diterapkan;

4.     Harus dipertanggungjawabkan peruntukannya;

5.     Tidak membentuk panitia atau tim, jadi tidak mempunyai sarana internal untuk mengontrol pertanggungjawabannya keuangan negara sebesar Rp.40.000.000.000,00;

6.     Menyerahkan begitu saja kepada Ketua Yayasan Rudatul Jannah in casu terdakwa H. Dadang Sukandar, lalu menyerahkan kepada terdakwa III Winfried Simatupang melalui Dadi Suryadi tercermin suatu sikap yang kurang cermat;

7.    Kekurangcermatan Akbar Tandjung tersebut bukan hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum pengelolaan keuangan negara, tetapi juga justru memberi peluang banyak kepada Yayasan Raudatul Jannah menyalahgunakan keuangan negara;

8.     Kengan tidak tergambarnya suatu mekanisme koordinasi kerja yang terpadu yang baik, perbuatan materiel terdakwa I menurut Penuntut Umum bertentangan dengan asas-asas kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pengelolaan negara;

9.     Bahwa dengan terbuktinya terdakwa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian sejalan atau pararel dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yang berarti melanggar asas kecermatan. Jadi, Pengadilan Negeri berpendapat bahwa suatu sikap yang kurang cermat, kurang teliti, tidak mempunyai sarana intern untuk mengontrol, merupakan perbuatan "menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan" suatu bagian inti (bestanddeel) delik dalam Pasal 1 ayat (1) sub. b Undang-Undang No. 3 Tahun 1971.

Analisi Kasus

Ini berarti bahwa, baik Penuntut Umum maupun Majelis Hakim Pengadilan Negeri, menganggap bahwa perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan "dapat diakukan dengan kelalaian (Culpa), padahal perbuatan itu harus dilakukan dengan "sengaja" kendatipun "sengaja" dalam arti "sengaja kemungkinan akan terjadi" (Dolus Eventualis)."

Kalaupun Majelis Hakim menganggap perbuatan tersebut dapat dilakukan dengan pengabaian (omission) atau Nalaten sesungguhnya sulit dibuat konstruksi dan dibuktikan bagaimana suatu penyalahgunaan wewenang dilakukan dengan cara Omission atau Nalaten atau membiarkan.

Penuntut Umum menuntut agar Majelis Pengadilan Negeri menyatakan bahwa Ir. Akbar Tandjung, H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) sub. b. jo. Pasal 28 jo. Pasal 24 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke I KUHP dalam dakwaan Primair dengan pidana Akbar Tandjung empat tahun penjara, H. Dadang Sukandar tiga tahun penjara.

Semestinya putusan berbunyi ".... terbukti dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan Penuntut Umum .... dan seterusnya.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusannya tanggal 4 September 2002 Nomor 449/PIDB/2002/PNJKT.PST menjatuhkan pidana kepada Ir. Akbar Tandjung dengan pidana penjara selama tiga tahun, terdakwa II H. Dadang Sukandar dan terdakwa III Winfried Simatupang dengan pidana penjara masing-masing 1 tahun dan 6 bulan dan denda masing-masing Rp 10.000.000,00 subsidiair tiga bulan kurungan.

Dalam putusan kasasi penasihat hukum membantah adanya Concursus Realis seperti tersebut di muka, tetapi menyebut adanya perbuatan berlanjut (Voortgezette Handeling) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) KUHP (halaman 59 putusan MA). Ini pun tidak benar karena jika demikian, sebelum Ir. Akbar Tandjung menyerahkan cek kepada H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang sudah merupakan tindak pidana, yang konsekuensinya akan menyeret BJ. Habibie, Haryono Suyono, Rahadi Ramelan melakukan tindak pidana. Mahkamah Agung setuju dengan pendapat Prof. Dr. Jur Andi Hamzah yang menyatakan bahwa sebelum Akbar Tandjung atau pada waktu Akbar Tandjung menerima cek, belum terjadi tindak pidana; baru setelah tidak membeli sembako terjadi tindak pidana, lengkapnya kalimat putusan Mahkamah Agung sebagai berikut.

"Menimbang bahwa pendapat Mahkamah Agung tersebut sesuai pula dengan pendapat saksi ahli Prof. Dr. Jur Andi Hamzah, S.H. yang berpendapat bahwa terhadap kasus ini apabila uang dari Bulog tersebut baru sampai ke tangan terdakwa I, belum ada tindak pidana dan baru ada tindak pidana setelah uang diserahkan kepada terdakwa lainnya yang ternyata tidak digunakan sebagaimana semestinya."


 

Pendapat inilah yang diambil sebagai salah satu alasan Mahkamah Agung membebaskan Akbar Tandjung dari dakwaan.

Jalan pikiran Mahkamah Agung seperti keterangan Prof. Dr. Jur Andi Hamzah bahwa sesungguhnya terdakwa II H. Dadang Sukandar dan terdakwa II Winfried Simatupang itu melakukan penggelapan Pasal 372 KUHP (halaman 136 putusan Mahkamah Agung). Namun, yang tidak dikutip oleh Mahkamah Agung ialah keterangan Prof. Dr. Jur Andi Hamzah di depan Pengadilan Negeri ialah seharusnya terdakwa Ir. Akbar Tandjung tidak didakwa medeplegen dengan Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang melakukan delik korupsi Pasal 1 ayat (1) sub. b Undang-Undang No. 3 Tahun 1971, tetapi Pasal 415 KUHP jo. Pasal 1 ayat (1) sub c Undang-Undang No. 3 Tahun 1971, yaitu "Pegawai Negeri" tetap atau sementara menggelapkan uang atau kertas berharga uang yang disimpan karena jabatannya atau menolong atau membiarkan orang lain (maksudnya bukan Pegawai Negeri) menggelapkan uang tersebut.

Maksudnya perkara dipisah, yang pertama didakwa Pasal 415 KUHP jo Pasal 1 ayat (1) sub. c Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 yang memungkinkan perbuatan tersebut dilakukan dengan Omission atau Nalaten (membiarkan orang bukan pegawai negeri untuk menggelapkan uang negara sebesar Rp40.000.000.000,00.

Mahkamah Agung menyatakan terdakwa II dan terdakwa III terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama.

Hal lain yang tidak perlu disebut oleh Mahkamah Agung ialah penyebutan Pasal 51 KUHP (perintah jabatan yang sah) karena penggunaan ketentuan itu berarti terjadi tindak pidana, tetapi ada dasar pembenar, yang putusannya akan menjadi "lepas dari segala tuntutan hukum."

Alasan pembenaran Akbar Tandjung ialah kedua terdakwa lain yang tidak membeli sembako baru terjadi tindak pidana. Memang tidak ada dalam dakwaan dan tidak terbukti adanya persetujuan Akbar Tandjung untuk tidak usah membeli sembako, juga tidak ada bukti adanya uang atau rekening yang mengalir kembali ke kantong Akbar Tandjung sebagai bagian dari perbuatan medeplegen.

Penyebutan Pasal 51 KUHP tidak serasi dengan alasan pembebasan tersebut, seharusnya putusan berbunyi "andai kata terjadi tindak pidana pada saat Akbar Tandjung menerima uang tersebut, dia tidak dapat dipidana berdasarkan Pasal 51 KUHP karena merupakan perintah jabatan yang sah" (perintah Presiden BJ. Habibie).

Suatu saran ialah agar jaksa jangan terpaku hanya pada Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1979 (dulu Pasal 1 ayat (1) sub. a dan sub. b Undang-Undang No. 3 Tahun 1971) saja sebagai delik korupsi, tetapi juga pasal-pasal asal KUHP yang ditarik menjadi delik korupsi harus diperhatikan.

Latihan pembuatan surat dakwaan harus ditingkatkan. Dalam kasus yang sangat penting dan sulit seperti kasus Akbar Tandjung, seharusnya kejaksaan membuat tim ahli untuk meneliti konsep surat dakwaan dan mencocokkan dengan rumusan delik dan asas-asas hukum pidana sebagaimana dilakukan pada penyusunan dakwaan kasus bom Bali. Dengan demikian pasa suatu saat nanti tidak ada lagi dakwaan jaksa yang gagal memengkan gugatannya dikarenakan kurang cakapnya jaksa dalam membuat dakwaan, atau bukti-bukti yang diajukan jaksa tidak dapat dibuktikan atau lemmah. Kasus yang paling aktual tentunya kasus "raja Kayu" Adelin Lies yang dibebaskan pengadilan negeri disebabkan pembuktian jaksa kurang bisa dibuktikan. Semoga kasus serupa tidak terjadi lagi di negeri ini dan huku dapat ditegakkan.